Tampilkan postingan dengan label Nasihat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nasihat. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 Desember 2016

Ibumu… Kemudian Ibumu… Kemudian Ibumu…


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)
Ayat diatas menjelaskan akan hak ibu terhadap anaknya. Ketahuilah, bahwasanya ukuran terendah mengandung sampai melahirkan adalah 6 bulan (pada umumnya adalah 9 bulan 10 hari), ditambah 2 tahun menyusui anak, jadi 30 bulan. Sehingga tidak bertentangan dengan surat Luqman ayat 14 (Lihat Tafsiir ibni Katsir VII/280)
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi X : 239. al-Qadhi Iyadh menyatakan bahwa ibu memiliki keutamaan yang lebih besar dibandingkan ayah)
Begitu pula dengan Imam Adz-Dzahabi rahimahullaah, beliauberkata dalam kitabnya Al-Kabaair,
Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.
Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.
Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.
Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.
Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.
Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.
Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.
Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.
(Akan dikatakan kepadanya),
ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ
“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10)
(Al-Kabaair hal. 53-54, Maktabatush Shoffa, Dar Albaian)
Demikianlah dijelaskan oleh Imam Adz-Dzahabi tentang besarnya jasa seorang ibu terhadap anak dan menjelaskan bahwa jasa orang tua kepada anak tidak bisa dihitung.
Yah, kita mungkin tidak punya kapasitas untuk menghitung satu demi satu hak-hak yang dimiliki seorang ibu. Islam hanya menekankan kepada kita untuk sedapat mungkin menghormati, memuliakan dan menyucikan kedudukan sang ibu dengan melakukan hal-hal terbaik yang dapat kita lakukan, demi kebahagiannya.

Contoh manusia terbaik yang berbakti kepada Ibunya

Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,
إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11;  Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam sebuah riwayat diterangkan:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya seseorang mendatanginya lalu berkata: bahwasanya aku meminang wanita, tapi ia enggan menikah denganku. Dan ia dipinang orang lain lalu ia menerimanya. Maka aku cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah aku masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas berkata: apakah ibumu masih hidup? Ia menjawab: tidak. Ibnu Abbas berkata: bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan dekatkanlah dirimu kepadaNya sebisamu. Atho’ bin Yasar berkata: maka aku pergi menanyakan kepada Ibnu Abbas kenapa engkau tanyakan tentang kehidupan ibunya? Maka beliau berkata: ‘Aku tidak mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain berbakti kepada ibu’. (Hadits ini dikeluarkan juga oleh Al Baihaqy di Syu’abul Iman (7313), dan Syaikh Al Albany menshahihkannya, lihat As Shohihah (2799))
Pada hadits di atas dijelaskan bahwasanya berbuat baik kepada ibu adalah ibadah yang sangat agung, bahkan dengan berbakti kepada ibu diharapkan bisa membantu taubat seseorang diterima Allah ta’ala. Seperti dalam riwayat di atas, seseorang yang melakukan dosa sangat besar yaitu membunuh, ketika ia bertanya kepada Ibnu Abbas, apakah ia masih bisa bertaubat, Ibnu Abbas malah balik bertanya apakah ia mempunyai seorang ibu, karena menurut beliau berbakti atau berbuat baik kepada ibu adalah amalan paling dicintai Allah sebagaimana sebagaimana membunuh adalah termasuk dosa yang dibenci Allah.
Berbuat baik kepada ibu adalah amal sholeh yang sangat bermanfa’at untuk menghapuskan dosa-dosa. Ini artinya, berbakti kepada ibu merupakan jalan untuk masuk surga.

Jangan Mendurhakai Ibu

Dalam sebuah hadits Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عن المغيرة بن شعبة قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم : إن الله حرم عليكم عقوق الأمهات ووأد البنات ومنع وهات . وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال وإضاعة المال
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menolak kewajiban dan menuntut sesuatu yang bukan menjadi haknya. Allah juga membenci jika kalian menyerbarkan kabar burung (desas-desus), banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (Hadits shahih, riwayat Bukhari, no. 1407; Muslim, no. 593, Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Ibnu Hajar memberi penjelasan sebagai berikut, “Dalam hadits ini disebutkan ‘sikap durhaka’ terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap seorang ibu. Sebab,ibu adalah wanita yang lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa berbuat baik kepada itu harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada seorang ayah, baik itu melalui tutur kata yang lembut, atau limpahan cinta kasih yang mendalam.” (Lihat Fathul Baari V : 68)
Sementara, Imam Nawawi menjelaskan, “Di sini, disebutkan kata ‘durhaka’ terhadap ibu, karena kemuliaan ibu yang melebihi kemuliaan seorang ayah.” (Lihat Syarah Muslim XII : 11)

Buatlah Ibu Tertawa

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ، فَقَالَ : ((اِرْخِعْ عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا))
“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (Shahih : HR. Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim (IV/152))

Jangan Membuat Ibu Marah

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَاالْوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَلَدِ.
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata, “Ridha Allah tergantung ridha orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua. (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Kandungan hadits diatas ialah kewajiban mencari keridhaan kedua orang tua sekaligus terkandung larangan melakukan segala sesuatu yang dapat memancing kemurkaan mereka.
Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada ibunya, kemudian ibunya tersebut mendo’akan kejelekan, maka do’a ibu tersebut akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam hadits yang shahih Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ، لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ.
“Ada tiga do’a yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a ini: (1) do’a kedua orang tua terhadap anaknya, (2) do’a musafir-orang yang sedang dalam perjalanan-, (3) do’a orang yang dizhalimin.” (Hasan : HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 32, 481/Shahiih Al-Adabil Mufrad (no. 24, 372))
Jika seorang ibu meridhai anaknya, dan do’anya mengiringi setiap langkah anaknya, niscaya rahmat, taufik dan pertolongan Allah akan senantiasa menyertainya. Sebaliknya, jika hati seorang ibu terluka, lalu ia mengadu kepada Allah, mengutuk anaknya. Cepat atau lambat, si anak pasti akan terkena do’a ibunya. Wal iyyadzubillaah..
Saudariku…jangan sampai terucap dari lisan ibumu do’a melainkan kebaikan dan keridhaan untukmu. Karena Allah mendengarkan do’a seorang ibu dan mengabulkannya. Dan dekatkanlah diri kita pada sang ibu, berbaktilah, selagi masih ada waktu…
والله الموفّق إلى أقوم الطريق
وصلى الله وسلم على نبينا وعلى آله وأصحابه ومن اتّبعهم بإحسان الى يوم الدين
***
Artikel muslimah.or.id
Penulis : Hilda Ummu Izzah
Muraja’ah : Ustadz Ammi Nur Baits
Sumber: https://muslimah.or.id/1861-ibumu-kemudian-ibumu-kemudian-ibumu.html

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)
Ayat diatas menjelaskan akan hak ibu terhadap anaknya. Ketahuilah, bahwasanya ukuran terendah mengandung sampai melahirkan adalah 6 bulan (pada umumnya adalah 9 bulan 10 hari), ditambah 2 tahun menyusui anak, jadi 30 bulan. Sehingga tidak bertentangan dengan surat Luqman ayat 14 (Lihat Tafsiir ibni Katsir VII/280)
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi X : 239. al-Qadhi Iyadh menyatakan bahwa ibu memiliki keutamaan yang lebih besar dibandingkan ayah)
Begitu pula dengan Imam Adz-Dzahabi rahimahullaah, beliauberkata dalam kitabnya Al-Kabaair,
Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.
Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.
Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.
Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.
Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.
Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.
Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.
Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.
(Akan dikatakan kepadanya),
ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ
“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10)
(Al-Kabaair hal. 53-54, Maktabatush Shoffa, Dar Albaian)
Demikianlah dijelaskan oleh Imam Adz-Dzahabi tentang besarnya jasa seorang ibu terhadap anak dan menjelaskan bahwa jasa orang tua kepada anak tidak bisa dihitung.
Yah, kita mungkin tidak punya kapasitas untuk menghitung satu demi satu hak-hak yang dimiliki seorang ibu. Islam hanya menekankan kepada kita untuk sedapat mungkin menghormati, memuliakan dan menyucikan kedudukan sang ibu dengan melakukan hal-hal terbaik yang dapat kita lakukan, demi kebahagiannya.

Contoh manusia terbaik yang berbakti kepada Ibunya

Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,
إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11;  Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam sebuah riwayat diterangkan:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya seseorang mendatanginya lalu berkata: bahwasanya aku meminang wanita, tapi ia enggan menikah denganku. Dan ia dipinang orang lain lalu ia menerimanya. Maka aku cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah aku masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas berkata: apakah ibumu masih hidup? Ia menjawab: tidak. Ibnu Abbas berkata: bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan dekatkanlah dirimu kepadaNya sebisamu. Atho’ bin Yasar berkata: maka aku pergi menanyakan kepada Ibnu Abbas kenapa engkau tanyakan tentang kehidupan ibunya? Maka beliau berkata: ‘Aku tidak mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain berbakti kepada ibu’. (Hadits ini dikeluarkan juga oleh Al Baihaqy di Syu’abul Iman (7313), dan Syaikh Al Albany menshahihkannya, lihat As Shohihah (2799))
Pada hadits di atas dijelaskan bahwasanya berbuat baik kepada ibu adalah ibadah yang sangat agung, bahkan dengan berbakti kepada ibu diharapkan bisa membantu taubat seseorang diterima Allah ta’ala. Seperti dalam riwayat di atas, seseorang yang melakukan dosa sangat besar yaitu membunuh, ketika ia bertanya kepada Ibnu Abbas, apakah ia masih bisa bertaubat, Ibnu Abbas malah balik bertanya apakah ia mempunyai seorang ibu, karena menurut beliau berbakti atau berbuat baik kepada ibu adalah amalan paling dicintai Allah sebagaimana sebagaimana membunuh adalah termasuk dosa yang dibenci Allah.
Berbuat baik kepada ibu adalah amal sholeh yang sangat bermanfa’at untuk menghapuskan dosa-dosa. Ini artinya, berbakti kepada ibu merupakan jalan untuk masuk surga.

Jangan Mendurhakai Ibu

Dalam sebuah hadits Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عن المغيرة بن شعبة قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم : إن الله حرم عليكم عقوق الأمهات ووأد البنات ومنع وهات . وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال وإضاعة المال
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menolak kewajiban dan menuntut sesuatu yang bukan menjadi haknya. Allah juga membenci jika kalian menyerbarkan kabar burung (desas-desus), banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (Hadits shahih, riwayat Bukhari, no. 1407; Muslim, no. 593, Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Ibnu Hajar memberi penjelasan sebagai berikut, “Dalam hadits ini disebutkan ‘sikap durhaka’ terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap seorang ibu. Sebab,ibu adalah wanita yang lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa berbuat baik kepada itu harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada seorang ayah, baik itu melalui tutur kata yang lembut, atau limpahan cinta kasih yang mendalam.” (Lihat Fathul Baari V : 68)
Sementara, Imam Nawawi menjelaskan, “Di sini, disebutkan kata ‘durhaka’ terhadap ibu, karena kemuliaan ibu yang melebihi kemuliaan seorang ayah.” (Lihat Syarah Muslim XII : 11)

Buatlah Ibu Tertawa

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ، فَقَالَ : ((اِرْخِعْ عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا))
“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (Shahih : HR. Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim (IV/152))

Jangan Membuat Ibu Marah

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَاالْوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَلَدِ.
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata, “Ridha Allah tergantung ridha orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua. (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Kandungan hadits diatas ialah kewajiban mencari keridhaan kedua orang tua sekaligus terkandung larangan melakukan segala sesuatu yang dapat memancing kemurkaan mereka.
Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada ibunya, kemudian ibunya tersebut mendo’akan kejelekan, maka do’a ibu tersebut akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam hadits yang shahih Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ، لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ.
“Ada tiga do’a yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a ini: (1) do’a kedua orang tua terhadap anaknya, (2) do’a musafir-orang yang sedang dalam perjalanan-, (3) do’a orang yang dizhalimin.” (Hasan : HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 32, 481/Shahiih Al-Adabil Mufrad (no. 24, 372))
Jika seorang ibu meridhai anaknya, dan do’anya mengiringi setiap langkah anaknya, niscaya rahmat, taufik dan pertolongan Allah akan senantiasa menyertainya. Sebaliknya, jika hati seorang ibu terluka, lalu ia mengadu kepada Allah, mengutuk anaknya. Cepat atau lambat, si anak pasti akan terkena do’a ibunya. Wal iyyadzubillaah..
Saudariku…jangan sampai terucap dari lisan ibumu do’a melainkan kebaikan dan keridhaan untukmu. Karena Allah mendengarkan do’a seorang ibu dan mengabulkannya. Dan dekatkanlah diri kita pada sang ibu, berbaktilah, selagi masih ada waktu…
والله الموفّق إلى أقوم الطريق
وصلى الله وسلم على نبينا وعلى آله وأصحابه ومن اتّبعهم بإحسان الى يوم الدين
***
Artikel muslimah.or.id
Penulis : Hilda Ummu Izzah
Muraja’ah : Ustadz Ammi Nur Baits
Sumber: https://muslimah.or.id/1861-ibumu-kemudian-ibumu-kemudian-ibumu.html

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

HADITS: "Barangsiapa yang pada waktu paginya merasakan ketentraman hati.."





Diriwayatkan oleh Imam Al-Tutmudzi di dalam sunannya dari Abdullah bin Muhsin Al-Khutami bahwa Nabi Muhammand ﷺ bersabda:

"Barangsiapa yang pada waktu paginya merasakan ketentraman hati, sehat pada jasmaninya, dia memilki makanan untuk hari itu maka sungguh seakan dunia telah dikumpulkan untuk dirinya."

1. Sabda Nabi Muhammad ﷺ: “Pada waktu paginya” artinya menghadapai pagi hari itu. Di dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa seyogyanya bagi orang yang beriman untuk tidak memusingkan urusan yang berhubungan dengan masa depan, sebab perkara tersebut di tangan Allah, Dialah yang mengurusi segala urusan, menentukan segala taqdir, maka hendaklah dia berbaik sangka kepada Tuhannya dan bersikap optimis dengan kebaikan.

2. Sabda Nabi Muhammad ﷺ: “merasakan ketentraman dalam hatinya” maksudnya adalah merasa aman terhadap keadaan sanak keluarganya, dikatakan juga maknanya: merasa aman di dalam rumah dan perjalanannya, dikatakan juga maknanya adalah: merasa aman di dalam rumahnya, dia merasa aman dari ancaman pembunuhan orang lain, atau aman dari pencurian yang mungkin terjadi atau aman terhadap ancaman yang mengarah kepada kehormatannya.

3. Sabda Nabi Muhammad ﷺ: "Sehat pada jasmaninya" maksudnya adalah sehat dan selamat dari segala cacat dan penyakit. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Al-Musnad dari Anas bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda:

(( اللهم إني أعذبك من البرص والجنون و الجذام سيئ الأسقام ))

"Ya Allah sesungguhnya aku berlindung dengan -Mu dari penyakit belang, gila, kusta dan penyakit yang buruk”. 

Dan Nabi Muhammad ﷺ meminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala baik pada waktu pagi dan petang kesehatan dan keselamatan dalam agama, diri, keluarga dan harta serta beliau memerintahkan shahabat untuk melakukan hal yang sama. Diriwayatkan oleh imam Abu Dawud dari Abdullah bin Umar RA berkata: Rasulullah ﷺ tidak pernah meninggalkan do’a ini baik pada waktu pagi dan petang:

(( اللهم إني أسألك العافية في الدنيا والآخرة اللهم إني أسألك العفو والعافية في ديني ودنياي وأهلي ومالي ))

"Ya Allah aku memohon kepada -Mu keselamatan baik di dunia dan akherat, Ya Allah aku memohon kepada-Mu ampunan, keselamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku dan hartaku”. 

Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam sunannya dari Mu’adz bin Rifa’ah dari bapaknya berkata: Abu Bakar berdiri di atas mimbar kemudian menangis lalu berkata: Sungguh Rasulullah ﷺ berdiri pada tahun pertama di atas mimbar kemudian menangis, dan beliau bersabda: Mintalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala ampunan (العفو) dan keselamatan (العافية), sesungguhnya seseorang tidak diberikan sesuatu setelah keyakinan yang lebih baik dari keselamatan”.

Dan Nabi Muhammad ﷺ memberitahukan bahwa banyak manusia yang tertipu dan meremehkan nikmat ini. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Abdullah bin Abbas RA berkata: Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Dua nikmat yang banyak manusia merugi padanya yaitu nikmat sehat dan waktu luang”. 

Dan Nabi Muhammad ﷺ telah memberikan peringatan agar seseorang menjaga waktu sehatnya sebelum datang masa sakitnya. Diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrok dari Ibnu Abbas RA bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Jagalah lima hal sebelum datangnya lima keadaan, dan di antara yang disebutkan: dan jangalah sehatmu sebelum sakitmu”.

Dan Ibnu Umar RA sebagimana diriwayatkan di dalam shahih Bukhari berkata: "Apabila kamu berada di waktu pagi maka janganlah menunggu waktu sore dan apabila kamu berada pada waktu sore maka janganlah menunggu waktu pagi, dan manfaatkanlah waktu sehatmu untuk kemaslahatan waktu sakitmu dan masa hidupmu untuk kemaslahatan matimu”.

4. Dan Sabda Nabi Muhammad ﷺ: "dia memilki makanan untuk hari itu", maksudnya makanan yang mencukupi kebutuhan hidupnya untuk hari itu. Dan makanan termasuk salah satu nikmat Allah subhanahu wa ta’ala yang besar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

 فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ  

Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (QS. Quraisy: 3-4)

Dan Nabi Muhammad ﷺ memohon perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari kelaparan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunan-nya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda: "Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kelaparan sebab dia adalah seburuk-buruk teman tidur”.

Dan Nabi Muhammad ﷺ memohon kepada Tuhannya rizki yang cukup, yaitu kadar yang bisa mencukupi kebutuhannya. Diiriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Ya Allah jadikanlah rizki keluarga Muhammad makanan kesehariannya”.

Dari apa yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa barangsiapa yang terkumpul di dalam dirinya tiga perkara di atas (ketentraman hati, sehat pada jasmaninya, dia memilki makanan untuk hari itu) maka dia seakan telah memiliki seluruh dunia, dan sungguh masayarakat menguasai berlipat-lipat dari apa yang telah disebutkan di dalam hadits tersebut, namun mereka mengingkarinya, merendahkan apa yang mereka miliki sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللّهِ ثُمَّ يُنكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ

Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Nahl: 83)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

أَفَبِنِعْمَةِ اللّهِ يَجْحَدُونَ  

"Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?" (QS. Al-Nahl: 71)

Dan obat dari penyakit ini adalah hendaklah seseorang memandang kepada orang yang kehilangan nikmat tersebut atau kehilangan sebagiannya, sebagaimana telah disebutkan oleh Nabi Muhammad ﷺ di dalam sebuah riwayat di dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "(Dalam urusan dunia) Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kalian dan janganlah memandang kepada orang yang lebih tinggi dari kalian, sebab hal itu lebih pantas agar kalian tidak merendahkan nikmat Allah”. 

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !





Diriwayatkan oleh Imam Al-Tutmudzi di dalam sunannya dari Abdullah bin Muhsin Al-Khutami bahwa Nabi Muhammand ﷺ bersabda:

"Barangsiapa yang pada waktu paginya merasakan ketentraman hati, sehat pada jasmaninya, dia memilki makanan untuk hari itu maka sungguh seakan dunia telah dikumpulkan untuk dirinya."

1. Sabda Nabi Muhammad ﷺ: “Pada waktu paginya” artinya menghadapai pagi hari itu. Di dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa seyogyanya bagi orang yang beriman untuk tidak memusingkan urusan yang berhubungan dengan masa depan, sebab perkara tersebut di tangan Allah, Dialah yang mengurusi segala urusan, menentukan segala taqdir, maka hendaklah dia berbaik sangka kepada Tuhannya dan bersikap optimis dengan kebaikan.

2. Sabda Nabi Muhammad ﷺ: “merasakan ketentraman dalam hatinya” maksudnya adalah merasa aman terhadap keadaan sanak keluarganya, dikatakan juga maknanya: merasa aman di dalam rumah dan perjalanannya, dikatakan juga maknanya adalah: merasa aman di dalam rumahnya, dia merasa aman dari ancaman pembunuhan orang lain, atau aman dari pencurian yang mungkin terjadi atau aman terhadap ancaman yang mengarah kepada kehormatannya.

3. Sabda Nabi Muhammad ﷺ: "Sehat pada jasmaninya" maksudnya adalah sehat dan selamat dari segala cacat dan penyakit. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Al-Musnad dari Anas bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda:

(( اللهم إني أعذبك من البرص والجنون و الجذام سيئ الأسقام ))

"Ya Allah sesungguhnya aku berlindung dengan -Mu dari penyakit belang, gila, kusta dan penyakit yang buruk”. 

Dan Nabi Muhammad ﷺ meminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala baik pada waktu pagi dan petang kesehatan dan keselamatan dalam agama, diri, keluarga dan harta serta beliau memerintahkan shahabat untuk melakukan hal yang sama. Diriwayatkan oleh imam Abu Dawud dari Abdullah bin Umar RA berkata: Rasulullah ﷺ tidak pernah meninggalkan do’a ini baik pada waktu pagi dan petang:

(( اللهم إني أسألك العافية في الدنيا والآخرة اللهم إني أسألك العفو والعافية في ديني ودنياي وأهلي ومالي ))

"Ya Allah aku memohon kepada -Mu keselamatan baik di dunia dan akherat, Ya Allah aku memohon kepada-Mu ampunan, keselamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku dan hartaku”. 

Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam sunannya dari Mu’adz bin Rifa’ah dari bapaknya berkata: Abu Bakar berdiri di atas mimbar kemudian menangis lalu berkata: Sungguh Rasulullah ﷺ berdiri pada tahun pertama di atas mimbar kemudian menangis, dan beliau bersabda: Mintalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala ampunan (العفو) dan keselamatan (العافية), sesungguhnya seseorang tidak diberikan sesuatu setelah keyakinan yang lebih baik dari keselamatan”.

Dan Nabi Muhammad ﷺ memberitahukan bahwa banyak manusia yang tertipu dan meremehkan nikmat ini. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Abdullah bin Abbas RA berkata: Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Dua nikmat yang banyak manusia merugi padanya yaitu nikmat sehat dan waktu luang”. 

Dan Nabi Muhammad ﷺ telah memberikan peringatan agar seseorang menjaga waktu sehatnya sebelum datang masa sakitnya. Diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrok dari Ibnu Abbas RA bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Jagalah lima hal sebelum datangnya lima keadaan, dan di antara yang disebutkan: dan jangalah sehatmu sebelum sakitmu”.

Dan Ibnu Umar RA sebagimana diriwayatkan di dalam shahih Bukhari berkata: "Apabila kamu berada di waktu pagi maka janganlah menunggu waktu sore dan apabila kamu berada pada waktu sore maka janganlah menunggu waktu pagi, dan manfaatkanlah waktu sehatmu untuk kemaslahatan waktu sakitmu dan masa hidupmu untuk kemaslahatan matimu”.

4. Dan Sabda Nabi Muhammad ﷺ: "dia memilki makanan untuk hari itu", maksudnya makanan yang mencukupi kebutuhan hidupnya untuk hari itu. Dan makanan termasuk salah satu nikmat Allah subhanahu wa ta’ala yang besar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

 فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ  

Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (QS. Quraisy: 3-4)

Dan Nabi Muhammad ﷺ memohon perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari kelaparan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunan-nya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda: "Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kelaparan sebab dia adalah seburuk-buruk teman tidur”.

Dan Nabi Muhammad ﷺ memohon kepada Tuhannya rizki yang cukup, yaitu kadar yang bisa mencukupi kebutuhannya. Diiriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Ya Allah jadikanlah rizki keluarga Muhammad makanan kesehariannya”.

Dari apa yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa barangsiapa yang terkumpul di dalam dirinya tiga perkara di atas (ketentraman hati, sehat pada jasmaninya, dia memilki makanan untuk hari itu) maka dia seakan telah memiliki seluruh dunia, dan sungguh masayarakat menguasai berlipat-lipat dari apa yang telah disebutkan di dalam hadits tersebut, namun mereka mengingkarinya, merendahkan apa yang mereka miliki sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللّهِ ثُمَّ يُنكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ

Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Nahl: 83)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

أَفَبِنِعْمَةِ اللّهِ يَجْحَدُونَ  

"Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?" (QS. Al-Nahl: 71)

Dan obat dari penyakit ini adalah hendaklah seseorang memandang kepada orang yang kehilangan nikmat tersebut atau kehilangan sebagiannya, sebagaimana telah disebutkan oleh Nabi Muhammad ﷺ di dalam sebuah riwayat di dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "(Dalam urusan dunia) Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kalian dan janganlah memandang kepada orang yang lebih tinggi dari kalian, sebab hal itu lebih pantas agar kalian tidak merendahkan nikmat Allah”. 

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

[Video] Tanpa Sadar, Si Mbok Menjadi Sebab Masuk Islamnya Seorang Cina


Ilustrasi Si Mbok (tarbawia)

Sebuah kisah nyata yang membuat banyak aktivis Muslim, alumni Pondok Pesantren, dan Cendekiawan Muslim berdecak kagum sekaligus merasa malu. Meski tanpa ilmu agama yang mumpuni, Si Mbok dalam kisah ini berhasil menjadi jalan keislaman bagi seorang berketurunan Cina.

Sebuah renungan yang menyadarkan, seberapa berkualitaskah kemusliman kita?

Banyak orang yang terluka dengan perkataan dan perbuatan kita, tanpa kita sadari. Sebaliknya, berapa banyak orang yang terkadang merasa simpati dengan perbuatan kita.

Ada orang, namanya Si Mbok, bukan tamatan Pondok tapi bisa mengislamkan orang tanpa sadar.

Ketika saya bertemu dengan muallaf Cina. Saya bertanya, "Bagaimana perjalanan antum masuk Islam?"

"Begini, Ustadz. Setiap Subuh saya bangun. Setiap kali membuka pintu, saya melihat Si Mbok yang kerja di rumah saya sedang mengambil (air) wudhu. Setiap hari. Setengah lima sudah bangun. Dia melakukan hal itu setiap hari.

Kemudian saya berpikir, 'Saya tidak pernah mendapati sebuah ajaran yang membuat orang bangun di dini hari, kemudian bersentuhan dengan air, kemudian dia melakukan gerakan-gerakan semacam itu (shalat).'

Setelah Shalat, Si Mbok meladeni saya, melayani saya. Tidak ngantuk. Tidak tidur lagi setelah Shalat Subuh."

Lama-lama, Si Majikan tertarik dan bertanya, "Ngapain sih Mbok?"

"Shalat." jawab Si Mbok.

"Emang harus setiap hari?" tanya Majikan lagi.

"Iya, harus setiap hari." ujar Si Mbok.

"Emang kamu gak capek?" kejar Si Majikan.

"Ya capek. Tapi gimana? Itu perintah. Kepada Bapak (Majikan) saja patuh, masa' sama Rabb Yang Menciptakan malah saya gak patuh?"

Jawaban itu yang mengislamkan beliau (Majikan).

Padahal kita, yang lulusan Pesantrean saja belum tentu pernah mengislamkan orang. Sedangkan Si Mbok mengislamkan orang dengan perbuatannya yang nyata. [Tarbawia/Om Pir]



Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !


Ilustrasi Si Mbok (tarbawia)

Sebuah kisah nyata yang membuat banyak aktivis Muslim, alumni Pondok Pesantren, dan Cendekiawan Muslim berdecak kagum sekaligus merasa malu. Meski tanpa ilmu agama yang mumpuni, Si Mbok dalam kisah ini berhasil menjadi jalan keislaman bagi seorang berketurunan Cina.

Sebuah renungan yang menyadarkan, seberapa berkualitaskah kemusliman kita?

Banyak orang yang terluka dengan perkataan dan perbuatan kita, tanpa kita sadari. Sebaliknya, berapa banyak orang yang terkadang merasa simpati dengan perbuatan kita.

Ada orang, namanya Si Mbok, bukan tamatan Pondok tapi bisa mengislamkan orang tanpa sadar.

Ketika saya bertemu dengan muallaf Cina. Saya bertanya, "Bagaimana perjalanan antum masuk Islam?"

"Begini, Ustadz. Setiap Subuh saya bangun. Setiap kali membuka pintu, saya melihat Si Mbok yang kerja di rumah saya sedang mengambil (air) wudhu. Setiap hari. Setengah lima sudah bangun. Dia melakukan hal itu setiap hari.

Kemudian saya berpikir, 'Saya tidak pernah mendapati sebuah ajaran yang membuat orang bangun di dini hari, kemudian bersentuhan dengan air, kemudian dia melakukan gerakan-gerakan semacam itu (shalat).'

Setelah Shalat, Si Mbok meladeni saya, melayani saya. Tidak ngantuk. Tidak tidur lagi setelah Shalat Subuh."

Lama-lama, Si Majikan tertarik dan bertanya, "Ngapain sih Mbok?"

"Shalat." jawab Si Mbok.

"Emang harus setiap hari?" tanya Majikan lagi.

"Iya, harus setiap hari." ujar Si Mbok.

"Emang kamu gak capek?" kejar Si Majikan.

"Ya capek. Tapi gimana? Itu perintah. Kepada Bapak (Majikan) saja patuh, masa' sama Rabb Yang Menciptakan malah saya gak patuh?"

Jawaban itu yang mengislamkan beliau (Majikan).

Padahal kita, yang lulusan Pesantrean saja belum tentu pernah mengislamkan orang. Sedangkan Si Mbok mengislamkan orang dengan perbuatannya yang nyata. [Tarbawia/Om Pir]



Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Na'udzubillahi... Ayat Ini Beberkan Ancaman Menakutkan bagi Siapa Pun yang Buat dan Sebarkan Hoax

Derasnya arus informasi dan besarnya kebutuhan masyarakat atas kabar terbaru adalah fakta yang mustahil diingkari. Bahkan di berbagai lapisan masyarakat, kebutuhan terkait informasi terbaru menduduki piramida yang lebih tinggi dibanding kebutuhan makan dan minum.

Selain bermakna positif berupa meleknya wawasan, fenomena ini juga melahirkan dampak buruk yang makin nyata. Seiring derasnya informasi, kebenaran sering dikesampingkan.

Turunannya, banyak sekali kabar bohong atau hoax yang sengaja diproduksi dengan sangat profesional hingga mudah tersebar atau viral dalam waktu relatif singkat.

Hoax ini masalah besar. Sayangnya, kaum Muslimin secara sadar atau tidak sering menjadi pihak sumbu pendek yang lekas menyebarkan tanpa melakukan pengecekan ulang terkait benar atau tidaknya.



contoh foto HOAX


Dan ternyata, soalan hoax ini, Al-Qur'an sudah menjelaskannya sejak lama. Dalam ayat ini tergambar jelas hukuman yang akan Allah berikan kepada siapa pun yang memproduksi dan mudah menyebarkan berita bohong atau hoax.

وكذلك نجزى المفترين

"Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat kebohongan," (Qs. Al-A'raf [7]: 152)

Dalam menafsirkan ayat ini di Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta'ala mengutip penjelasan Iman Ayyub As-Sakhtiyani yang menuturkan, "Demi Allah, yang demikian itu berlaku bagi semua orang yang membuat-buat kebohongan sampai Hari Kiamat,"

Apa yang akan didapatkan oleh produsen dan penyebar hoax dengan sengaja? Disebutkan dalam ayat ini, "Kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Rabb mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia."

Dan seburuk-buruknya kebohongan yang dibuat-buat adalah perbuatan syirik, mensekutukan Allah Ta'ala dengan selain-Nya. [Tarbawia/Om Pir]

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Derasnya arus informasi dan besarnya kebutuhan masyarakat atas kabar terbaru adalah fakta yang mustahil diingkari. Bahkan di berbagai lapisan masyarakat, kebutuhan terkait informasi terbaru menduduki piramida yang lebih tinggi dibanding kebutuhan makan dan minum.

Selain bermakna positif berupa meleknya wawasan, fenomena ini juga melahirkan dampak buruk yang makin nyata. Seiring derasnya informasi, kebenaran sering dikesampingkan.

Turunannya, banyak sekali kabar bohong atau hoax yang sengaja diproduksi dengan sangat profesional hingga mudah tersebar atau viral dalam waktu relatif singkat.

Hoax ini masalah besar. Sayangnya, kaum Muslimin secara sadar atau tidak sering menjadi pihak sumbu pendek yang lekas menyebarkan tanpa melakukan pengecekan ulang terkait benar atau tidaknya.



contoh foto HOAX


Dan ternyata, soalan hoax ini, Al-Qur'an sudah menjelaskannya sejak lama. Dalam ayat ini tergambar jelas hukuman yang akan Allah berikan kepada siapa pun yang memproduksi dan mudah menyebarkan berita bohong atau hoax.

وكذلك نجزى المفترين

"Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat kebohongan," (Qs. Al-A'raf [7]: 152)

Dalam menafsirkan ayat ini di Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta'ala mengutip penjelasan Iman Ayyub As-Sakhtiyani yang menuturkan, "Demi Allah, yang demikian itu berlaku bagi semua orang yang membuat-buat kebohongan sampai Hari Kiamat,"

Apa yang akan didapatkan oleh produsen dan penyebar hoax dengan sengaja? Disebutkan dalam ayat ini, "Kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Rabb mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia."

Dan seburuk-buruknya kebohongan yang dibuat-buat adalah perbuatan syirik, mensekutukan Allah Ta'ala dengan selain-Nya. [Tarbawia/Om Pir]

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Senin, 19 Desember 2016

TANGGAPAN TEGAS Ketua MUI Sumbar Atas Pernyataan Kapolri "Fatwa MUI Bukan Hukum Positif yang Harus Ditegakkan"



Kapolri: Fatwa MUI Bukan Hukum Positif yang Harus Ditegakkan

Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan bahwa Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukan hukum positif. Sehingga, kata dia tidak bisa dijadikan rujukan bagi jajaran kepolisian di semua tingkatan untuk membuat surat edaran dengan referensi Fatwa MUI.

"Fatwa MUI bukan hukum positif. Itu sifatnya koordinasi, bukan rujukan yang kemudian ditegakkan," tegas Tito seusai diskusi bertajuk “Merangkai Indonesia Dalam Kebhinnekaan” di Aula Lateif, Universitas Negeri Jakarta , Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (19/12).

(http://www.beritasatu.com/nasional/405290-kapolri-fatwa-mui-bukan-hukum-positif-yang-harus-ditegakkan.html)

Berikut TANGGAPAN dari Ketua Umum MUI Sumatera Barat Buya Gusrizal.

"Di Sinilah Dibutuhkan Kearifan"

Oleh. Buya Gusrizal (Ketua MUI Sumbar)

Pernyataan "fatwa MUI bukan rujukan hukum positif di negara ini" tidak benar secara total dan tidak pula salah secara keseluruhan.

Dalam beberapa bidang kehidupan bernegara, fatwa MUI telah menjadi rujukan seperti dalam produk perbankan syari'ah dan produk halal, fatwa MUI lah yang menjadi rujukan.

Dalam hubungan antar umat beragama, MUI menjadi bagian yang selama ini terus diminta keaktifannya untuk bersama menjalin toleransi. Bahkan ketika fatwa tentang terorisme dan korupsi keluar, gegap gempita puja dan puji
disoraksoraikan: Itu lah fatwa MUI !

Kadang menarik, menggemaskan bahkan menjengkelkan bagi mereka yang memiliki kelabilan emosi dan dihantui ketakutan oleh Islam.

Namun yang perlu menjadi catatan penting adalah penegasan bahwa "fatwa MUI bukanlah rujukan hukum positif di negara", menurut saya adalah sebentuk "arogansi" dan "pernyataan berseberangan" yang hanya akan memperkeruh kehidupan berbangsa saja.

Fatwa walaupun bukan hukum positif suatu negeri tetaplah menjadi rujukan umat Islam karena ia terambil dari dalil-dalil Syari'at Islam. Pada puncak dalil itu adalah sumber hukum Islam yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw.

Penegasan seperti itu bisa semakin memperkuat dugaan bahwa penguasa berusaha keras memperhadap-hadapkan negara dengan Islam dan umat Islam sebagai agama dan umat mayoritas bangsa ini.

Konsep perpaduan antara kecintaan kepada tanah air dengan kecintaan kepada Islam yang telah dirumuskan oleh ulama, diremukkan oleh pernyataan tidak bijak seperti itu.

Mungkin banyak yang lupa apalagi orang-orang yang dititipi amanah untuk memimpin negeri ini, saya hanya mengingatkan !

Bila tuan-tuan membuat konsep pembenturan antara hukum buatan manusia dengan hukum yang bersumber dari wahyu Allah swt kemudian tuan-tuan sudutkan unat Islam untuk memilihnya maka yakinlah !

"SELAMA ADA KEIMANAN YANG HAKIKI DALAM DIRI SEORANG MUKMIN, TAK AKAN IA CAMPAKKAN HUKUM ALLAH SWT UNTUK BERSUJUD KEPADA HUKUM BUATAN MANUSIA"

Sikap itu merupakan perwujudan dari kepatuhan kepada tuntunan Allah swt:

{وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا} [الأحزاب : 36]

"Dan tidak ada hak bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata". (QS. al-Ahzab 33:36)

Karena itu, saya berharap kepada mereka yang merasa ditokohkan di negeri ini, "berhentilah mempertentangkan antara ketundukan kepada Islam dan kesetiaan kepada negara" !

Bila tuan-tuan tetap menggiring opini seperti ini, berarti tuan-tuan telah menggiring bangsa ini kepada kondisi kehilangan jati diri !

Disinilah dituntut kearifan tuan-tuan sebagai negarawan kalaupun bukan "mukmin hakiki".*** (fb)

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !



Kapolri: Fatwa MUI Bukan Hukum Positif yang Harus Ditegakkan

Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan bahwa Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukan hukum positif. Sehingga, kata dia tidak bisa dijadikan rujukan bagi jajaran kepolisian di semua tingkatan untuk membuat surat edaran dengan referensi Fatwa MUI.

"Fatwa MUI bukan hukum positif. Itu sifatnya koordinasi, bukan rujukan yang kemudian ditegakkan," tegas Tito seusai diskusi bertajuk “Merangkai Indonesia Dalam Kebhinnekaan” di Aula Lateif, Universitas Negeri Jakarta , Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (19/12).

(http://www.beritasatu.com/nasional/405290-kapolri-fatwa-mui-bukan-hukum-positif-yang-harus-ditegakkan.html)

Berikut TANGGAPAN dari Ketua Umum MUI Sumatera Barat Buya Gusrizal.

"Di Sinilah Dibutuhkan Kearifan"

Oleh. Buya Gusrizal (Ketua MUI Sumbar)

Pernyataan "fatwa MUI bukan rujukan hukum positif di negara ini" tidak benar secara total dan tidak pula salah secara keseluruhan.

Dalam beberapa bidang kehidupan bernegara, fatwa MUI telah menjadi rujukan seperti dalam produk perbankan syari'ah dan produk halal, fatwa MUI lah yang menjadi rujukan.

Dalam hubungan antar umat beragama, MUI menjadi bagian yang selama ini terus diminta keaktifannya untuk bersama menjalin toleransi. Bahkan ketika fatwa tentang terorisme dan korupsi keluar, gegap gempita puja dan puji
disoraksoraikan: Itu lah fatwa MUI !

Kadang menarik, menggemaskan bahkan menjengkelkan bagi mereka yang memiliki kelabilan emosi dan dihantui ketakutan oleh Islam.

Namun yang perlu menjadi catatan penting adalah penegasan bahwa "fatwa MUI bukanlah rujukan hukum positif di negara", menurut saya adalah sebentuk "arogansi" dan "pernyataan berseberangan" yang hanya akan memperkeruh kehidupan berbangsa saja.

Fatwa walaupun bukan hukum positif suatu negeri tetaplah menjadi rujukan umat Islam karena ia terambil dari dalil-dalil Syari'at Islam. Pada puncak dalil itu adalah sumber hukum Islam yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw.

Penegasan seperti itu bisa semakin memperkuat dugaan bahwa penguasa berusaha keras memperhadap-hadapkan negara dengan Islam dan umat Islam sebagai agama dan umat mayoritas bangsa ini.

Konsep perpaduan antara kecintaan kepada tanah air dengan kecintaan kepada Islam yang telah dirumuskan oleh ulama, diremukkan oleh pernyataan tidak bijak seperti itu.

Mungkin banyak yang lupa apalagi orang-orang yang dititipi amanah untuk memimpin negeri ini, saya hanya mengingatkan !

Bila tuan-tuan membuat konsep pembenturan antara hukum buatan manusia dengan hukum yang bersumber dari wahyu Allah swt kemudian tuan-tuan sudutkan unat Islam untuk memilihnya maka yakinlah !

"SELAMA ADA KEIMANAN YANG HAKIKI DALAM DIRI SEORANG MUKMIN, TAK AKAN IA CAMPAKKAN HUKUM ALLAH SWT UNTUK BERSUJUD KEPADA HUKUM BUATAN MANUSIA"

Sikap itu merupakan perwujudan dari kepatuhan kepada tuntunan Allah swt:

{وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا} [الأحزاب : 36]

"Dan tidak ada hak bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata". (QS. al-Ahzab 33:36)

Karena itu, saya berharap kepada mereka yang merasa ditokohkan di negeri ini, "berhentilah mempertentangkan antara ketundukan kepada Islam dan kesetiaan kepada negara" !

Bila tuan-tuan tetap menggiring opini seperti ini, berarti tuan-tuan telah menggiring bangsa ini kepada kondisi kehilangan jati diri !

Disinilah dituntut kearifan tuan-tuan sebagai negarawan kalaupun bukan "mukmin hakiki".*** (fb)

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !