Tampilkan postingan dengan label Tafsir Alquran - Hadist - Ijma. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tafsir Alquran - Hadist - Ijma. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 Desember 2016

Kecil-Kecil Sudah Naik Haji Dalam Pandangan Islam





Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Soal:

Apakah anak kecil yang belum baligh bila naik haji sudah dianggap menunaikan haji wajib yang merupakan rukun Islam?

Jawab:

Anak kecil boleh naik haji. Ketika ia sudah paham tentang ibadah haji lalu ia menunaikan haji, itu menjadi ibadah nafilah (sunnah) baginya. Dan ia mendapatkan pahala dari ibadah hajinya. Namun tidak membuatnya dianggap sudah menunaikan haji wajib yang merupakan rukun Islam. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أيما صبي حج ثم بلغ الحنث فعليه أن يحج حجة أخرى

“anak kecil manapun yang berhaji kemudian setelah baru mencapai baligh, maka ia wajib untuk berhaji lagi” (HR. Al Baihaqi no. 9865).


http://files.buktidansaksi.com/haji.jpg

Dan seorang shahabiyah pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, ketika itu shahabiyah tersebut bersama seorang anak kecil, ia bertanya: “apakah anak ini hajinya sah?“. Nabi menjawab:

نعم ولك أجر

“Iya, dan engkau juga mendapat pahala” (HR. Muslim no. 1336).

Dan para sahabat juga berkata:

كنا نلبي عن الصبيان ونرمي عنهم

“Dahulu kami men-talbiyahkan anak-anak dan melempar jumrah untuk mereka“.

***

Sumber: http://www.binbaz.org.sa/fatawa/662

Penerjemah: Yulian Purnama




Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !





Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Soal:

Apakah anak kecil yang belum baligh bila naik haji sudah dianggap menunaikan haji wajib yang merupakan rukun Islam?

Jawab:

Anak kecil boleh naik haji. Ketika ia sudah paham tentang ibadah haji lalu ia menunaikan haji, itu menjadi ibadah nafilah (sunnah) baginya. Dan ia mendapatkan pahala dari ibadah hajinya. Namun tidak membuatnya dianggap sudah menunaikan haji wajib yang merupakan rukun Islam. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أيما صبي حج ثم بلغ الحنث فعليه أن يحج حجة أخرى

“anak kecil manapun yang berhaji kemudian setelah baru mencapai baligh, maka ia wajib untuk berhaji lagi” (HR. Al Baihaqi no. 9865).


http://files.buktidansaksi.com/haji.jpg

Dan seorang shahabiyah pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, ketika itu shahabiyah tersebut bersama seorang anak kecil, ia bertanya: “apakah anak ini hajinya sah?“. Nabi menjawab:

نعم ولك أجر

“Iya, dan engkau juga mendapat pahala” (HR. Muslim no. 1336).

Dan para sahabat juga berkata:

كنا نلبي عن الصبيان ونرمي عنهم

“Dahulu kami men-talbiyahkan anak-anak dan melempar jumrah untuk mereka“.

***

Sumber: http://www.binbaz.org.sa/fatawa/662

Penerjemah: Yulian Purnama




Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

HADITS: "Barangsiapa yang pada waktu paginya merasakan ketentraman hati.."





Diriwayatkan oleh Imam Al-Tutmudzi di dalam sunannya dari Abdullah bin Muhsin Al-Khutami bahwa Nabi Muhammand ﷺ bersabda:

"Barangsiapa yang pada waktu paginya merasakan ketentraman hati, sehat pada jasmaninya, dia memilki makanan untuk hari itu maka sungguh seakan dunia telah dikumpulkan untuk dirinya."

1. Sabda Nabi Muhammad ﷺ: “Pada waktu paginya” artinya menghadapai pagi hari itu. Di dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa seyogyanya bagi orang yang beriman untuk tidak memusingkan urusan yang berhubungan dengan masa depan, sebab perkara tersebut di tangan Allah, Dialah yang mengurusi segala urusan, menentukan segala taqdir, maka hendaklah dia berbaik sangka kepada Tuhannya dan bersikap optimis dengan kebaikan.

2. Sabda Nabi Muhammad ﷺ: “merasakan ketentraman dalam hatinya” maksudnya adalah merasa aman terhadap keadaan sanak keluarganya, dikatakan juga maknanya: merasa aman di dalam rumah dan perjalanannya, dikatakan juga maknanya adalah: merasa aman di dalam rumahnya, dia merasa aman dari ancaman pembunuhan orang lain, atau aman dari pencurian yang mungkin terjadi atau aman terhadap ancaman yang mengarah kepada kehormatannya.

3. Sabda Nabi Muhammad ﷺ: "Sehat pada jasmaninya" maksudnya adalah sehat dan selamat dari segala cacat dan penyakit. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Al-Musnad dari Anas bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda:

(( اللهم إني أعذبك من البرص والجنون و الجذام سيئ الأسقام ))

"Ya Allah sesungguhnya aku berlindung dengan -Mu dari penyakit belang, gila, kusta dan penyakit yang buruk”. 

Dan Nabi Muhammad ﷺ meminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala baik pada waktu pagi dan petang kesehatan dan keselamatan dalam agama, diri, keluarga dan harta serta beliau memerintahkan shahabat untuk melakukan hal yang sama. Diriwayatkan oleh imam Abu Dawud dari Abdullah bin Umar RA berkata: Rasulullah ﷺ tidak pernah meninggalkan do’a ini baik pada waktu pagi dan petang:

(( اللهم إني أسألك العافية في الدنيا والآخرة اللهم إني أسألك العفو والعافية في ديني ودنياي وأهلي ومالي ))

"Ya Allah aku memohon kepada -Mu keselamatan baik di dunia dan akherat, Ya Allah aku memohon kepada-Mu ampunan, keselamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku dan hartaku”. 

Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam sunannya dari Mu’adz bin Rifa’ah dari bapaknya berkata: Abu Bakar berdiri di atas mimbar kemudian menangis lalu berkata: Sungguh Rasulullah ﷺ berdiri pada tahun pertama di atas mimbar kemudian menangis, dan beliau bersabda: Mintalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala ampunan (العفو) dan keselamatan (العافية), sesungguhnya seseorang tidak diberikan sesuatu setelah keyakinan yang lebih baik dari keselamatan”.

Dan Nabi Muhammad ﷺ memberitahukan bahwa banyak manusia yang tertipu dan meremehkan nikmat ini. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Abdullah bin Abbas RA berkata: Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Dua nikmat yang banyak manusia merugi padanya yaitu nikmat sehat dan waktu luang”. 

Dan Nabi Muhammad ﷺ telah memberikan peringatan agar seseorang menjaga waktu sehatnya sebelum datang masa sakitnya. Diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrok dari Ibnu Abbas RA bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Jagalah lima hal sebelum datangnya lima keadaan, dan di antara yang disebutkan: dan jangalah sehatmu sebelum sakitmu”.

Dan Ibnu Umar RA sebagimana diriwayatkan di dalam shahih Bukhari berkata: "Apabila kamu berada di waktu pagi maka janganlah menunggu waktu sore dan apabila kamu berada pada waktu sore maka janganlah menunggu waktu pagi, dan manfaatkanlah waktu sehatmu untuk kemaslahatan waktu sakitmu dan masa hidupmu untuk kemaslahatan matimu”.

4. Dan Sabda Nabi Muhammad ﷺ: "dia memilki makanan untuk hari itu", maksudnya makanan yang mencukupi kebutuhan hidupnya untuk hari itu. Dan makanan termasuk salah satu nikmat Allah subhanahu wa ta’ala yang besar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

 فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ  

Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (QS. Quraisy: 3-4)

Dan Nabi Muhammad ﷺ memohon perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari kelaparan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunan-nya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda: "Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kelaparan sebab dia adalah seburuk-buruk teman tidur”.

Dan Nabi Muhammad ﷺ memohon kepada Tuhannya rizki yang cukup, yaitu kadar yang bisa mencukupi kebutuhannya. Diiriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Ya Allah jadikanlah rizki keluarga Muhammad makanan kesehariannya”.

Dari apa yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa barangsiapa yang terkumpul di dalam dirinya tiga perkara di atas (ketentraman hati, sehat pada jasmaninya, dia memilki makanan untuk hari itu) maka dia seakan telah memiliki seluruh dunia, dan sungguh masayarakat menguasai berlipat-lipat dari apa yang telah disebutkan di dalam hadits tersebut, namun mereka mengingkarinya, merendahkan apa yang mereka miliki sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللّهِ ثُمَّ يُنكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ

Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Nahl: 83)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

أَفَبِنِعْمَةِ اللّهِ يَجْحَدُونَ  

"Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?" (QS. Al-Nahl: 71)

Dan obat dari penyakit ini adalah hendaklah seseorang memandang kepada orang yang kehilangan nikmat tersebut atau kehilangan sebagiannya, sebagaimana telah disebutkan oleh Nabi Muhammad ﷺ di dalam sebuah riwayat di dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "(Dalam urusan dunia) Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kalian dan janganlah memandang kepada orang yang lebih tinggi dari kalian, sebab hal itu lebih pantas agar kalian tidak merendahkan nikmat Allah”. 

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !





Diriwayatkan oleh Imam Al-Tutmudzi di dalam sunannya dari Abdullah bin Muhsin Al-Khutami bahwa Nabi Muhammand ﷺ bersabda:

"Barangsiapa yang pada waktu paginya merasakan ketentraman hati, sehat pada jasmaninya, dia memilki makanan untuk hari itu maka sungguh seakan dunia telah dikumpulkan untuk dirinya."

1. Sabda Nabi Muhammad ﷺ: “Pada waktu paginya” artinya menghadapai pagi hari itu. Di dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa seyogyanya bagi orang yang beriman untuk tidak memusingkan urusan yang berhubungan dengan masa depan, sebab perkara tersebut di tangan Allah, Dialah yang mengurusi segala urusan, menentukan segala taqdir, maka hendaklah dia berbaik sangka kepada Tuhannya dan bersikap optimis dengan kebaikan.

2. Sabda Nabi Muhammad ﷺ: “merasakan ketentraman dalam hatinya” maksudnya adalah merasa aman terhadap keadaan sanak keluarganya, dikatakan juga maknanya: merasa aman di dalam rumah dan perjalanannya, dikatakan juga maknanya adalah: merasa aman di dalam rumahnya, dia merasa aman dari ancaman pembunuhan orang lain, atau aman dari pencurian yang mungkin terjadi atau aman terhadap ancaman yang mengarah kepada kehormatannya.

3. Sabda Nabi Muhammad ﷺ: "Sehat pada jasmaninya" maksudnya adalah sehat dan selamat dari segala cacat dan penyakit. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Al-Musnad dari Anas bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda:

(( اللهم إني أعذبك من البرص والجنون و الجذام سيئ الأسقام ))

"Ya Allah sesungguhnya aku berlindung dengan -Mu dari penyakit belang, gila, kusta dan penyakit yang buruk”. 

Dan Nabi Muhammad ﷺ meminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala baik pada waktu pagi dan petang kesehatan dan keselamatan dalam agama, diri, keluarga dan harta serta beliau memerintahkan shahabat untuk melakukan hal yang sama. Diriwayatkan oleh imam Abu Dawud dari Abdullah bin Umar RA berkata: Rasulullah ﷺ tidak pernah meninggalkan do’a ini baik pada waktu pagi dan petang:

(( اللهم إني أسألك العافية في الدنيا والآخرة اللهم إني أسألك العفو والعافية في ديني ودنياي وأهلي ومالي ))

"Ya Allah aku memohon kepada -Mu keselamatan baik di dunia dan akherat, Ya Allah aku memohon kepada-Mu ampunan, keselamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku dan hartaku”. 

Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam sunannya dari Mu’adz bin Rifa’ah dari bapaknya berkata: Abu Bakar berdiri di atas mimbar kemudian menangis lalu berkata: Sungguh Rasulullah ﷺ berdiri pada tahun pertama di atas mimbar kemudian menangis, dan beliau bersabda: Mintalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala ampunan (العفو) dan keselamatan (العافية), sesungguhnya seseorang tidak diberikan sesuatu setelah keyakinan yang lebih baik dari keselamatan”.

Dan Nabi Muhammad ﷺ memberitahukan bahwa banyak manusia yang tertipu dan meremehkan nikmat ini. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Abdullah bin Abbas RA berkata: Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Dua nikmat yang banyak manusia merugi padanya yaitu nikmat sehat dan waktu luang”. 

Dan Nabi Muhammad ﷺ telah memberikan peringatan agar seseorang menjaga waktu sehatnya sebelum datang masa sakitnya. Diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrok dari Ibnu Abbas RA bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Jagalah lima hal sebelum datangnya lima keadaan, dan di antara yang disebutkan: dan jangalah sehatmu sebelum sakitmu”.

Dan Ibnu Umar RA sebagimana diriwayatkan di dalam shahih Bukhari berkata: "Apabila kamu berada di waktu pagi maka janganlah menunggu waktu sore dan apabila kamu berada pada waktu sore maka janganlah menunggu waktu pagi, dan manfaatkanlah waktu sehatmu untuk kemaslahatan waktu sakitmu dan masa hidupmu untuk kemaslahatan matimu”.

4. Dan Sabda Nabi Muhammad ﷺ: "dia memilki makanan untuk hari itu", maksudnya makanan yang mencukupi kebutuhan hidupnya untuk hari itu. Dan makanan termasuk salah satu nikmat Allah subhanahu wa ta’ala yang besar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

 فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ  

Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (QS. Quraisy: 3-4)

Dan Nabi Muhammad ﷺ memohon perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari kelaparan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunan-nya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda: "Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kelaparan sebab dia adalah seburuk-buruk teman tidur”.

Dan Nabi Muhammad ﷺ memohon kepada Tuhannya rizki yang cukup, yaitu kadar yang bisa mencukupi kebutuhannya. Diiriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Ya Allah jadikanlah rizki keluarga Muhammad makanan kesehariannya”.

Dari apa yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa barangsiapa yang terkumpul di dalam dirinya tiga perkara di atas (ketentraman hati, sehat pada jasmaninya, dia memilki makanan untuk hari itu) maka dia seakan telah memiliki seluruh dunia, dan sungguh masayarakat menguasai berlipat-lipat dari apa yang telah disebutkan di dalam hadits tersebut, namun mereka mengingkarinya, merendahkan apa yang mereka miliki sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللّهِ ثُمَّ يُنكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ

Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Nahl: 83)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

أَفَبِنِعْمَةِ اللّهِ يَجْحَدُونَ  

"Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?" (QS. Al-Nahl: 71)

Dan obat dari penyakit ini adalah hendaklah seseorang memandang kepada orang yang kehilangan nikmat tersebut atau kehilangan sebagiannya, sebagaimana telah disebutkan oleh Nabi Muhammad ﷺ di dalam sebuah riwayat di dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "(Dalam urusan dunia) Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kalian dan janganlah memandang kepada orang yang lebih tinggi dari kalian, sebab hal itu lebih pantas agar kalian tidak merendahkan nikmat Allah”. 

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Bolehkah Menunda Shalat Karena Sibuknya Pekerjaan?




Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Soal:

Apa hukum menunda shalat karena pekerjaan?

Jawab:

Jika penundaan shalat tersebut masih dalam rentang awal hingga akhir waktu, dan shalat masih dikerjakan pada waktunya, maka tidak mengapa. Karena menyegerakan shalat di awal waktu adalah perkara afdhaliyah (hal yang utama), tidak sampai wajib. Ini jika tidak ada shalat jama’ah di masjid. Jika ada shalat jama’ah di masjid, maka wajib menghadiri shalat jama’ah. Kecuali bila ia memiliki udzur syar’i untuk tidak menghadiri shalat jama’ah.

Jika penundaan shalat tersebut sampai keluar dari waktunya, maka ini tidak diperbolehkan. Kecuali jika seseorang itu lupa atau tenggelam dalam kesibukannya sehingga terlewat dari shalat, dalam hal ini Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من نام عن صلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها

“barangsiapa yang tertidur hingga ia melewatkan shalat, atau terlupa, maka hendaknya ia shalat ketika ia ingat”

Maka untuk kasus demikian, ketika ia ingat, segeralah ia kerjakan shalat, dan ini tidak mengapa.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEVisBTS-ui61k-Y2ao0yrh4_XxIXxHa04Ln9yy2VBSMZQQlH9VFYXj8CnXkb8UBtvk9ogKiRxVq8701ufBXLDEDPJkyGJeuUA7Y4CjJwaHy10QF2WuTRZxbHh5rSJABF5mWxitCxfXa0/s640/shalat1.jpg

Namun jika kasusnya, ia sebenarnya ingat waktu shalat, namun karena alasan sibuk dengan pekerjaan lalu ia tunda shalatnya (hingga keluar dari waktunya) maka ini haram dan tidak boleh. Andaikan ia tetap mengerjakan shalat setelah habis waktunya, shalatnya tetap tidak diterima. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد

“barangsiapa mengamalkan amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka ia tertolak”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa orang yang sengaja menunda shalat sehingga keluar dari waktunya tanpa udzur syar’i maka ia tidak bisa mengganti shalat tersebut. Karena sudah keluar dari waktu yang diperintahkan oleh syariat untuk mengerjakannya tanpa udzur, sehingga ia menjadi amalan yang tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Wallahul muwaffiq.

***



Sumber: http://islamancient.com/newsite/play.php?catsmktba=10316

Penerjemah: Yulian Purnama



Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !




Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Soal:

Apa hukum menunda shalat karena pekerjaan?

Jawab:

Jika penundaan shalat tersebut masih dalam rentang awal hingga akhir waktu, dan shalat masih dikerjakan pada waktunya, maka tidak mengapa. Karena menyegerakan shalat di awal waktu adalah perkara afdhaliyah (hal yang utama), tidak sampai wajib. Ini jika tidak ada shalat jama’ah di masjid. Jika ada shalat jama’ah di masjid, maka wajib menghadiri shalat jama’ah. Kecuali bila ia memiliki udzur syar’i untuk tidak menghadiri shalat jama’ah.

Jika penundaan shalat tersebut sampai keluar dari waktunya, maka ini tidak diperbolehkan. Kecuali jika seseorang itu lupa atau tenggelam dalam kesibukannya sehingga terlewat dari shalat, dalam hal ini Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من نام عن صلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها

“barangsiapa yang tertidur hingga ia melewatkan shalat, atau terlupa, maka hendaknya ia shalat ketika ia ingat”

Maka untuk kasus demikian, ketika ia ingat, segeralah ia kerjakan shalat, dan ini tidak mengapa.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEVisBTS-ui61k-Y2ao0yrh4_XxIXxHa04Ln9yy2VBSMZQQlH9VFYXj8CnXkb8UBtvk9ogKiRxVq8701ufBXLDEDPJkyGJeuUA7Y4CjJwaHy10QF2WuTRZxbHh5rSJABF5mWxitCxfXa0/s640/shalat1.jpg

Namun jika kasusnya, ia sebenarnya ingat waktu shalat, namun karena alasan sibuk dengan pekerjaan lalu ia tunda shalatnya (hingga keluar dari waktunya) maka ini haram dan tidak boleh. Andaikan ia tetap mengerjakan shalat setelah habis waktunya, shalatnya tetap tidak diterima. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد

“barangsiapa mengamalkan amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka ia tertolak”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa orang yang sengaja menunda shalat sehingga keluar dari waktunya tanpa udzur syar’i maka ia tidak bisa mengganti shalat tersebut. Karena sudah keluar dari waktu yang diperintahkan oleh syariat untuk mengerjakannya tanpa udzur, sehingga ia menjadi amalan yang tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Wallahul muwaffiq.

***



Sumber: http://islamancient.com/newsite/play.php?catsmktba=10316

Penerjemah: Yulian Purnama



Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Selasa, 20 Desember 2016

Hukum Suami Mengungkit Semua Nafkahnya Kepada Istri






Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Ustadz.

Saya mendapat titipan pertanyaan dari teman. Dia menanyakan tentang boleh tidaknya seorang suami mengungkit-ungkit atau menghitung-hitung apa yang telah dia nafkahkan atau berikan kepada anak dan istrinya. Mohon bantuan dari ustadz untuk memberikan referensi semacam tulisan ilmiah lengkap dengan dalilnya atau dalil yang mendukung dalam Alquran dan hadis, karena teman saya meminta demikian, nantinya akan saya sampaikan kepada teman saya yang bertanya tersebut.

Jazakallah.

Dari: Fajar

Jawaban:

Wa’alaikumussalam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama, nafkah keluarga adalah kewajiban suami diberikan kepada istri dan anaknya. Allah berfirman,

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Kewajiban bagi para kepala keluarga untuk memberikan rizki (nafkah) kepada para istrinya dan memberi pakaian mereka dengan cara yang baik.” (QS. Al-Baqarah: 233)

Ibnu Katsir menafsirkan kalimat : “dengan cara yang baik”

أي: بما جرت به عادة أمثالهن في بلدهنّ من غير إسراف ولا إقتار، بحسب قدرته في يساره وتوسطه وإقتاره

“Maksudnya besar nafkah sesuai dengan kadar yang berlaku di masyarakat untuk wanita yang setara dengannya, tanpa berlebihan dan tidak kurang dan sesuai kemampuan suami, ketika kaya, tidak kaya, atau kekurangan.” (Tafsir Ibn Katsir, 1:634)



Kedua, Allah melarang semua hamba-Nya untuk mengungkit-ungkit kebaikan yang pernah dia berikan kepada orang lain. Bahkan Allah menjadikan sikap ini sebagai pembatal pahala atas kebaikan yang telah dia berikan. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالأذَى

Wahai orang yang beriman, janganlah kalian membatalkan sedekah kalian dengan al-mannu dan Al-Adza.” (QS. Al-Baqarah: 264)

Al-Mannu : mengungkit-ungkit,

Al-Adza : menyakiti perasaan yang menerima

Ayat ini berbicara tentang sedekah yang sifatnya anjuran, dan tidak wajib. Allah melarang manusia untuk mengungkit-ungkit sedekah yang telah dia berikan. Tentu saja, ancamannya akan lebih keras lagi jika yang diungkit-ungkit adalah pemberian yang sifatnya wajib seperti zakat atau nafkah bagi keluarga. Karena harta yang wajib dia berikan kepada orang lain, sejatinya bukan harta dia. Zakat yang menjadi kewajiban seseorang, tidak lagi menjadi miliknya. Demikian pula nafkah yang dia berikan kepada keluarganya, bukan lagi harta miliknya, tapi milik keluarganya.

Lalu dengan alasan apa orang ini mengungkit-ungkit nafkah yang dia berikan kepada keluarganya?

Oleh karena itu, kepada suami yang memiliki perilaku semacam ini, wajib bertaubat kepada Allah. Memohon ampun atas kesalahan besar yang dia lakukan. Dan berusaha untuk tidak menyinggung sedikitpun nafkah yang menjadi kewajibannya.

Semoga Allah tidak menghapus amal baiknya.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !






Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Ustadz.

Saya mendapat titipan pertanyaan dari teman. Dia menanyakan tentang boleh tidaknya seorang suami mengungkit-ungkit atau menghitung-hitung apa yang telah dia nafkahkan atau berikan kepada anak dan istrinya. Mohon bantuan dari ustadz untuk memberikan referensi semacam tulisan ilmiah lengkap dengan dalilnya atau dalil yang mendukung dalam Alquran dan hadis, karena teman saya meminta demikian, nantinya akan saya sampaikan kepada teman saya yang bertanya tersebut.

Jazakallah.

Dari: Fajar

Jawaban:

Wa’alaikumussalam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama, nafkah keluarga adalah kewajiban suami diberikan kepada istri dan anaknya. Allah berfirman,

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Kewajiban bagi para kepala keluarga untuk memberikan rizki (nafkah) kepada para istrinya dan memberi pakaian mereka dengan cara yang baik.” (QS. Al-Baqarah: 233)

Ibnu Katsir menafsirkan kalimat : “dengan cara yang baik”

أي: بما جرت به عادة أمثالهن في بلدهنّ من غير إسراف ولا إقتار، بحسب قدرته في يساره وتوسطه وإقتاره

“Maksudnya besar nafkah sesuai dengan kadar yang berlaku di masyarakat untuk wanita yang setara dengannya, tanpa berlebihan dan tidak kurang dan sesuai kemampuan suami, ketika kaya, tidak kaya, atau kekurangan.” (Tafsir Ibn Katsir, 1:634)



Kedua, Allah melarang semua hamba-Nya untuk mengungkit-ungkit kebaikan yang pernah dia berikan kepada orang lain. Bahkan Allah menjadikan sikap ini sebagai pembatal pahala atas kebaikan yang telah dia berikan. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالأذَى

Wahai orang yang beriman, janganlah kalian membatalkan sedekah kalian dengan al-mannu dan Al-Adza.” (QS. Al-Baqarah: 264)

Al-Mannu : mengungkit-ungkit,

Al-Adza : menyakiti perasaan yang menerima

Ayat ini berbicara tentang sedekah yang sifatnya anjuran, dan tidak wajib. Allah melarang manusia untuk mengungkit-ungkit sedekah yang telah dia berikan. Tentu saja, ancamannya akan lebih keras lagi jika yang diungkit-ungkit adalah pemberian yang sifatnya wajib seperti zakat atau nafkah bagi keluarga. Karena harta yang wajib dia berikan kepada orang lain, sejatinya bukan harta dia. Zakat yang menjadi kewajiban seseorang, tidak lagi menjadi miliknya. Demikian pula nafkah yang dia berikan kepada keluarganya, bukan lagi harta miliknya, tapi milik keluarganya.

Lalu dengan alasan apa orang ini mengungkit-ungkit nafkah yang dia berikan kepada keluarganya?

Oleh karena itu, kepada suami yang memiliki perilaku semacam ini, wajib bertaubat kepada Allah. Memohon ampun atas kesalahan besar yang dia lakukan. Dan berusaha untuk tidak menyinggung sedikitpun nafkah yang menjadi kewajibannya.

Semoga Allah tidak menghapus amal baiknya.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Benarkah Bapak Dari Seluruh Manusia ada Tiga ?




Tanya:

Apa benar, Nabi Nuh Bapak Kedua Manusia?

 Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Sebagian ulama menyebutkan bahwa manusia yang bergelar Abul Basyar (bapaknya manusia) ada 3:
Pertama, Adam ‘alaihis salam. Beliau manusia pertama dan bapak selluruh manusia seperti yang kita kenal bersama.

Kedua, Syits putra Adam. Beliau satu-satunya putra Adam yang keturunannya masih hidup. Sehingga manusia setelahnya adalah keturunan beliau.

At-Thabari dalam Tarikhnya mengatakan,

وذرية آدم كلهم جهلت أنسابهم وانقطع نسلهم إلا ما كان من شيث بن آدم فمنه كان النسل وأنساب الناس اليوم كلهم إليه دون أبيه آدم فهو أبو البشر إلا ما كان من أبيه وإخوته ممن لم يترك عقبا

Keturunan Adam semuanya tidak diketahui nasabnya dan terputus garis turunannya, kecuali keturunan Syits bin Adam. Garis nasab seluruh manusia saat ini, berasal dari Syits, seteah bapaknya. Maka beliau abul basyar (bapak manusia), selain manusia anak bapaknya dan saudara-saudaranya yang tidak meninggalkan keturunan. (Tarikh at-Thabari, 1/104).

Ketiga, Nabi Nuh ‘alaihis salam

Beliau menjadi bapak seluruh manusia. Karena setelah banjir bandang, hanya orang di kapal Nuh yang selamat. Namun tidak ada satupun yang berketurunan, selain Nuh ‘alaihis salam.

Allah ta’ala berfirman menceritakan kejadian zaman Nabi Nuh,

وَلَقَدْ نَادَانَا نُوحٌ فَلَنِعْمَ الْمُجِيبُونَ. وَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ . وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ . وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ. سَلَامٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ

Sesungguhnya Nuh telah berdoa kepada Kami: maka sesungguhnya sebaik-baik yang memperkenankan (adalah Kami). Dan Kami telah menyelamatkannya dan pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan. Dan Kami abadikan untuk Nuh itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian; “Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam”. (QS. as-Shaffat: 75 – 79).

Ibnu Katsir menyebutkan beberapa riwayat tafsir ayat,

وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ

“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.”



Ibnu Katsir mengatakan,

قال علي بن أبي طلحة، عن ابن عباس يقول: لم تبق إلا ذرية نوح عليه السلام.

Dari Ali bin Abi Thalhah, bahwa Ibnu Abbas mengatakan, ‘Tiada manusia yang tersisa selain keturunan Nuh ‘alaihis salam.’

وقال سعيد بن أبي عروبة، عن قتادة في قوله: { وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ } قال: الناس كلهم من ذرية نوح [عليه السلام]

Dari Said bin Abi Urwah dari Qatadah, tentang firman Allah di atas, beliau mengatakan, ‘Semua manusia adalah keturunan Nuh ‘alaihis salam.’ (Tafsir Ibn Katsir, 7/22).

Dalam Mu’jam al-Buldan dinyatakan,

كان أول من نزله نوح عليه السلام لما خرج من السفينة ومعه ثمانون إنسانا فبنوا لهم مساكن بهذا الموضع وأقاموا به فسمي الموضع بهم ثم أصابهم وباء فمات الثمانون غير نوح عليه السلام وولده فهو أبو البشر كلهم

Orang pertama yang turun kapal adalah Nuh ‘alaihis salam, ketika beliau keluar dari kapall, beliau bersama 80 manusia. Mereka membangun tempat tinggal di tempat itu, dan menetap di sana. Kemudian mereka tertimpa wabah penyakit, hingga 80 orang  tadi mati selain Nuh ‘alaihis salam dan anaknya. Maka beliau adalah Abul Basyar (bapak seluruh manusia). (Mu’jam al-Buldan, 2/84).
 
Allahu a’lam.

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits
Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !




Tanya:

Apa benar, Nabi Nuh Bapak Kedua Manusia?

 Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Sebagian ulama menyebutkan bahwa manusia yang bergelar Abul Basyar (bapaknya manusia) ada 3:
Pertama, Adam ‘alaihis salam. Beliau manusia pertama dan bapak selluruh manusia seperti yang kita kenal bersama.

Kedua, Syits putra Adam. Beliau satu-satunya putra Adam yang keturunannya masih hidup. Sehingga manusia setelahnya adalah keturunan beliau.

At-Thabari dalam Tarikhnya mengatakan,

وذرية آدم كلهم جهلت أنسابهم وانقطع نسلهم إلا ما كان من شيث بن آدم فمنه كان النسل وأنساب الناس اليوم كلهم إليه دون أبيه آدم فهو أبو البشر إلا ما كان من أبيه وإخوته ممن لم يترك عقبا

Keturunan Adam semuanya tidak diketahui nasabnya dan terputus garis turunannya, kecuali keturunan Syits bin Adam. Garis nasab seluruh manusia saat ini, berasal dari Syits, seteah bapaknya. Maka beliau abul basyar (bapak manusia), selain manusia anak bapaknya dan saudara-saudaranya yang tidak meninggalkan keturunan. (Tarikh at-Thabari, 1/104).

Ketiga, Nabi Nuh ‘alaihis salam

Beliau menjadi bapak seluruh manusia. Karena setelah banjir bandang, hanya orang di kapal Nuh yang selamat. Namun tidak ada satupun yang berketurunan, selain Nuh ‘alaihis salam.

Allah ta’ala berfirman menceritakan kejadian zaman Nabi Nuh,

وَلَقَدْ نَادَانَا نُوحٌ فَلَنِعْمَ الْمُجِيبُونَ. وَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ . وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ . وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ. سَلَامٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ

Sesungguhnya Nuh telah berdoa kepada Kami: maka sesungguhnya sebaik-baik yang memperkenankan (adalah Kami). Dan Kami telah menyelamatkannya dan pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan. Dan Kami abadikan untuk Nuh itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian; “Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam”. (QS. as-Shaffat: 75 – 79).

Ibnu Katsir menyebutkan beberapa riwayat tafsir ayat,

وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ

“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.”



Ibnu Katsir mengatakan,

قال علي بن أبي طلحة، عن ابن عباس يقول: لم تبق إلا ذرية نوح عليه السلام.

Dari Ali bin Abi Thalhah, bahwa Ibnu Abbas mengatakan, ‘Tiada manusia yang tersisa selain keturunan Nuh ‘alaihis salam.’

وقال سعيد بن أبي عروبة، عن قتادة في قوله: { وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ } قال: الناس كلهم من ذرية نوح [عليه السلام]

Dari Said bin Abi Urwah dari Qatadah, tentang firman Allah di atas, beliau mengatakan, ‘Semua manusia adalah keturunan Nuh ‘alaihis salam.’ (Tafsir Ibn Katsir, 7/22).

Dalam Mu’jam al-Buldan dinyatakan,

كان أول من نزله نوح عليه السلام لما خرج من السفينة ومعه ثمانون إنسانا فبنوا لهم مساكن بهذا الموضع وأقاموا به فسمي الموضع بهم ثم أصابهم وباء فمات الثمانون غير نوح عليه السلام وولده فهو أبو البشر كلهم

Orang pertama yang turun kapal adalah Nuh ‘alaihis salam, ketika beliau keluar dari kapall, beliau bersama 80 manusia. Mereka membangun tempat tinggal di tempat itu, dan menetap di sana. Kemudian mereka tertimpa wabah penyakit, hingga 80 orang  tadi mati selain Nuh ‘alaihis salam dan anaknya. Maka beliau adalah Abul Basyar (bapak seluruh manusia). (Mu’jam al-Buldan, 2/84).
 
Allahu a’lam.

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits
Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !